Dalam publikasi di edisi terbaru jurnal Nature, ilmuwan China menyatakan telah menemukan fosil yang merujuk pada burung yang lebih purba dari Archaeopteryx.
Sejak penemuan spesimen Archaeopteryx di Bavaria pada tahun 1861, kebanyakan pakar evolusi menempatkan Archaeopteryx pada dasar dari seluruh golongan burung purba, Avialae, golongan di mana seluruh burung mulai berkembang.
Archaeopteryx ditemukan hanya dua tahun sebelum Charles Darwin memublikasikan bukunya yang mengguncang dunia, The Origin of Species, dan telah lama diangkat menjadi studi kasus evolusi dari dinosaurus ke burung.
Pada tahun 2011, ilmuwan China menyatakan bahwa mereka telah menemukan dinosaurus berbulu, bukan burung, yang memiliki banyak kesamaan karakteristik dengan Archaeopteryx.
Hasil penemuan tersebut dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa Archaeopteryx bukan burung, tetapi termasuk dalam golongan Deinonychus, dinosaurus berbulu yang punya kenampakan mirip burung.
Kini, semuanya berubah lagi. Dalam penggalian yang dilakukan di Tiaojishan Formation, Liaoning Province, wilayah timur laut China, ilmuwan menemukan spesies berbulu dari masa Jurasic.
Spesies baru yang ditemukan dinamai Aurornis xui.
Diuraikan Discovery, Rabu, nama Aurornis xui diambil dari kata "Aurora" yang dalam bahasa latin berarti permulaan atau fajar serta "xui" yang merujuk pada palaentolog China, Xu Xing, yang punya spesialisasi pada dinosaurus berbulu dan spesies transisi antara dinosaurus dan burung.
Berdasarkan penemuan tersebut, Pascal Godefroit, dari the Royal Belgian Institute of Natural Science, yang memimpin penelitian mengatakan, "kami sampai pada pohon keluarga yang terdefinisikan dengan jelas dan kuat."
"Kami bisa menunjukkan bahwa Archaeopteryx memang merupakan burung primitif, dan makhluk kecil yang kita temukan merupakan burung yang lebih primitif lagi," jelas Godefroit.
"Untuk saat ini, Aurornis xui merupakan spesies burung tertua yang diketahui manusia," sambung Godefroit seperti dikutip AFP, Kamis (30/5/2013).
Aurornis xui hidup 150 juta tahun lalu. Spesies ini berukuran panjang sekitar 50 cm dan mungkin mampu berlari dengan sangat cepat.
"Gigi kecilnya memungkinkan kita untuk menduga bahwa makhluk ini mungkin memakan serangga," papar Godefroit.
Sementara Andrea Cau, palaentolog hewan bertulang belakang dari Museo Geologico Giovanni Capellini di Italia, seperti dikutip Discovery mengatakan, "Burung ini seperti burung darat, tetapi memiliki ekor panjang, tangan dengan cakar dan rahang yang bergigi."
MAU CEWEK YANG LEBIH HOT