Tak hanya warga Korsel, Pernikahan massal itu juga diikuti oleh banyak warga dari berbagai negara lain yang ikut menikah setelah bertemu hanya beberapa hari dengan pasangannya. Upacara pernikahan itu dipimpin langsung Hak Ja-han, janda Sun Myungmoon, pendiri Gereja Unifikasi yang meninggal pada September lalu.
Pernikahan massal
Uniknya,sebanyak 400 orang dari 3.500 orang yang melangsungkan pernikahan di Gapyeong ternyata dipilihkan pasangannya oleh Hak Ja-han. Perjodohan tersebut sebelumnya juga dilakukan oleh mendiang suaminya. Pernikahan dengan perjodohan ini adalah yang terbesar di dunia. ”Saya sangat gugup,” ujar Jin Davidson, 21,warga Amerika Serikat kepada AFP.
Davidson adalah salah satu orang yang menikah melalui perjodohan.”Tiba-tiba pasangan perempuan hadir di depan saya,dan saya mengatakan oke,” ungkapnya. Ia mengaku, baru pertama kali bertemu dengan pasangannya, Kotona Shimizu, 21 tahun, di acara pernikahan itu.
Dia menyatakan, sangat sulit berkomunikasi dengan pasangannya yang berasal dari Jepang. ”Saya tak bisa berbahasa Jepang. Dia hanya dapat berbicara bahasa Inggris tapi tidak lancar. Tapi, kita melihat itu sebagai tantangan yang menarik dan bukti mengenai keimanan kita,” tambahnya.
Mereka mau dijodohkan setelah diberi pengertian bahwa romantisme cinta tanpa ikatan pernikahan itu justru mengajarkan pelecehan seksual dan pemilihan pasangan yang tidak tepat.Tak ayal,banyak pasangan yang menikah meski hanya bertemu beberapa jam sebelum penikahan. Pernikahan massal itu dianggap mengajarkan pemahaman lintas budaya dan pernikahan lintas negara.
Uniknya,sebanyak 400 orang dari 3.500 orang yang melangsungkan pernikahan di Gapyeong ternyata dipilihkan pasangannya oleh Hak Ja-han. Perjodohan tersebut sebelumnya juga dilakukan oleh mendiang suaminya. Pernikahan dengan perjodohan ini adalah yang terbesar di dunia. ”Saya sangat gugup,” ujar Jin Davidson, 21,warga Amerika Serikat kepada AFP.
Davidson adalah salah satu orang yang menikah melalui perjodohan.”Tiba-tiba pasangan perempuan hadir di depan saya,dan saya mengatakan oke,” ungkapnya. Ia mengaku, baru pertama kali bertemu dengan pasangannya, Kotona Shimizu, 21 tahun, di acara pernikahan itu.
Dia menyatakan, sangat sulit berkomunikasi dengan pasangannya yang berasal dari Jepang. ”Saya tak bisa berbahasa Jepang. Dia hanya dapat berbicara bahasa Inggris tapi tidak lancar. Tapi, kita melihat itu sebagai tantangan yang menarik dan bukti mengenai keimanan kita,” tambahnya.
Mereka mau dijodohkan setelah diberi pengertian bahwa romantisme cinta tanpa ikatan pernikahan itu justru mengajarkan pelecehan seksual dan pemilihan pasangan yang tidak tepat.Tak ayal,banyak pasangan yang menikah meski hanya bertemu beberapa jam sebelum penikahan. Pernikahan massal itu dianggap mengajarkan pemahaman lintas budaya dan pernikahan lintas negara.
MAU CEWEK YANG LEBIH HOT